Perang-perang di Indonesia
I/Permesta – Dalam sejarah TNI AU,
pembumihangusan separatis PRRI/Permesta, (1958), menorehkan peperangan
udara “spektakuler”. P-51 Mustang dan B-25 mencabik-cabik pertahanan
PRRI/Permesta di Padang dan Manado. PRRI diembrioi dengan lahirnya Dewan
Gajah dan Dewan Banteng, 20 dan 22 Desember 1955. Gerakan separatis ini
disikapi Jakarta dengan membekukan Komando Daerah Militer Sumatera
Tengah. Sikap Jakarta inilah yang dibalas “pemberontak” dengan
mendirikan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI), 15
Februari 1958.
Memang seperti penyakit menular. Letkol
Ventje Sumual mengumumkan SOB yang sekaligus menandai proklamasi
Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta), 2 Maret 1957. Jakarta segera
membentuk operasi gabungan APRI. Di Sumatera digelar operasi “17
Agustus”, di Sulawesi digelar operasi “Merdeka”. P-51, B-25, dan C-47
Dakota disiapkan untuk operasi ini. Dari kedua kelompok, Permestalah
yang menakutkan AURI. Karena memiliki beberapa P-51 dan B-26 yang
diterbangkan pilot-pilot bayaran dari Amerika, Taiwan, dan Filipina.
Dalam menghadapi PRRI, AURI menyiapkan
hingga 40 pesawat hampir seluruh kekuatan di Tanjung Pinang.
Berturut-turut dalam operasi perebutan, B-25 dan P-51 menghujani dengan
senapan mesinnya Lanud Simpang Tiga Pekanbaru (12 Maret), kota Medan (17
Maret), serta kota Padang (17 April). 17 hari kemudian, Bukittinggi
juga jatuh ke tangan pasukan APRI.
Di Selebes, kembali AURI menggelar
operasi dengan menidurkan radio Permesta di Manado (22 Februari 1958),
merebut keunggulan udara di Mapanget, Tasuka, Morotai, dan Jailolo (5
Mei), hingga mandulnya Permesta 23 Mei. Begitu gencarnya pertempuran di
darat maupun dari udara, sempat memancing pesawat Lockheed U-2 Dragon
Lady. Pesawat ini pernah dimanfaatkan mengintai pulau Natuna yang
disiapkan untuk menggempur Jakarta. Buntut perang ini memperburuk
hubungan Jakarta-Washington. CIA ternyata berada dibelakang semua aksi
itu.
Pesawat pencegat P-51 Mustang Skadron-3 AURI/Dispen AU
Lewat perang ini pula lahir ace kalau boleh menyebut pertama Indonesia. P-51 Mustang yang diterbangkan Kapten Udara IGN Dewanto menembak jatuh B-26 Permesta yang diterbangkan Allen Lawrence Pope. Peristiwa heroik ini terjadi 18 Mei 1958.
Lewat perang ini pula lahir ace kalau boleh menyebut pertama Indonesia. P-51 Mustang yang diterbangkan Kapten Udara IGN Dewanto menembak jatuh B-26 Permesta yang diterbangkan Allen Lawrence Pope. Peristiwa heroik ini terjadi 18 Mei 1958.
Trikora – Dengan lantang, di depan rapat raksasa di Yogyakarta, 19
Desember 1961, Presiden Soekarno menyerukan, “… oleh karena Belanda
masih melanjutkan kolonialisme di tanah air kita…, maka kami perintahkan
kepada rakyat Indonesia, juga yang berada di Irian Barat, untuk
melaksanakan Tri Komando.” Tiga tahap rencana operasi : infiltrasi,
penghancuran, dan konsolidasi, segera disusun. Pesawat, kapal perang,
radar, tank, senjata, disiapkan.
Guna memuluskan operasi, dibentuklah
Komando Mandala yang membawahi unsur AD, AL, AU, dan Kohanudgab Mandala,
11 Januari 1962. Sebagai panglima komando mandala yang berada langsung
di bawah Panglima KOTI Presiden Soekarno, dipercayakan kepada Mayjen
Soeharto. Adapun wakil panglima mandala ditunjuk Komodor Laut Soebono
dan Komodor Udara Leo Wattimena.
AU Belanda diperkuat 24 pesawat buru
sergap Hawker Hunter Mk-06 yang berpangkalan di Biak, enam helikopter
Aloutte, 10 Neptune, setengah skadron C-47 serta dua unit radar tipe 15
Mk-IV di Numfor dan pulau Wundi. Terbatasnya daya jangkau MiG-17 dan
P-51, menjadi kendala bagi AURI, karena AU Belanda masih didukung AD dan
AL.
Namun begitu, operasi-operasi pengintaian
dan infiltrasi telah dilaksanakan. Seperti mengejar kapal selam di
Morotai, menembak kapal asing, menyerang kapal Belanda di pulau Gag di
perairan Irian Barat, sampai menerjunkan PGT dan RPKAD. Operasi
penyusupan ini diberi nama Banteng Ketaton.
Dalam operasi penerjunan, pesawat C-47
selalu mendapat pengawalan dari P-51 dan B-25/26. Berhadapan dengan
kekuatan udara Belanda pun sudah terjadi di sini. Seperti usai
penerjunan di Kaimana, jatuh korban. Pesawat angkut C-47 yang
diterbangkan Kapten Djalaluddin Tantu, ditembak jatuh ke laut dalam
penerbangan pulang oleh Neptune Belanda. Namun begitu, AURI boleh
berbangga. Karena secara keseluruhan, keunggulan udara dapat diraih.
Sekiranya AURI tidak siap, tentu tidak
mungkin keunggulan di udara dicapai sehingga penyusupan-penyusupan lewat
udara dapat dilakukan yang tidak jarang dilaksanakan juga dengan
formasi C-130. Untuk menghadapi Operasi Jayawijaya, AURI sengaja
menyiapkan unsur udaranya secara besar-besaran. Lihat saja, bomber (10
Tu-16 dan 10 Tu-16 KS), enam B-25 dan B-26 (empat cadangan), delapan
IL-28 dengan dua cadangan. Unsur angkut dan SAR masing-masing delapan
C-130 dengan dua cadangan, 20 C-47 Dakota, enam Mi-4 dan Bell-204, lima
UF Albatros serta dua Twin Otter. Unsur serang pertahanan udara dan
serang darat masing-masing disiapkan tujuh P-51, dan 18 MiG-17 Fresco.
Disamping itu, AURI juga menyiapkan dua batalion pasukan tempurnya yang
sangat disegani kala itu, Pasukan Gerak Tjepat (PGT). Radar-radar turut
ditempakan di Morotai, Bula, dan Saparua.
Walau perang terbuka urung berkecamuk,
beberapa pesawat AURI mengalami kecelakaan. Tercatat 2 P-51, 2 MiG-17, 1
C-47, 1 Albatros, 2 Il-28, dan 1 B-26, mengalami kecelakaan dalam
operasi pembebasan Irian Barat. Peristiwa ini, memakan korban lebih
kurang 20 penerbang beserta awak-nya. Beberapa kali penerjunan yang
dilakukan di Kaimana, Fak Fak, Sorong, Klamono, Teminabuan, dan Merauke,
juga mengakibatkan gugurnya 94 prajurit PGT.
Setelah Irian Barat kembali ke pangkuan
RI, di propinsi paling timur ini muncul gerombolan yang menamakan
dirinya Organisasi Papua Merdeka (OPM) pimpinan Lodewyk Mandatjan.
Operasi kembali di gelar. Sebuah B-25 diterbangkan LU I Suwadji dan B-26
diterbangkan Letkol P Soedarman, menggempur OPM di desa Tindowi, 90 km
dari Manokwari, Agustus 1965. Masih di bulan Agustus, B-26 mendapat
tugas mengamankan sekaligus menolong satu regu Kopasgat dan Polisi yang
dikepung 12.000 anggota OPM. Operasi sukses. Tidak ada yang terluka,
Alhasil, operasi pembebasan Irian Barat menjadi catatan sejarah penting
sebagai operasi gabungan terbesar yang pernah dirancang dan dilaksanakan
ABRI (sekarang TNI).
Dwikora – Belum hilang penat dari bumi cendrawasih (konflik dihentikan
18 Agustus 1962), AURI sudah dihadapkan lagi kepada “pilihan politik”
untuk menyiapkan alutsistanya menghadapi negara jiran Malaysia. Ini
berawal dari pidato Soekarno yang mengatakan ingin membantu rakyat
Kalimantan Utara yang menentang pembentukan Federasi Malaysia. Ajakan
“perang” Soekarno yang terkenal dengan Dwikora ini, diucapkannya di
Jakarta, 3 Mei 1964.
Tidak kalah hebat dengan Trikora, 8
Tu-16, 4 P-51, 9 B-25, 2 C-130, 11 C-47, serta 4 Il-14, dinyatakan siap.
ALRI juga menyatakan kesiapannya dengan menempatkan ratusan kapal
didukung pesawat terbang serta beberapa batalion marinir. Celakanya,
kekuatan AURI harus berhadapan dengan AU Inggris dan AU Australia yang
melindungi negara persemakmurannya. Kekuatan gabungan Inggris-Australia
diduga terdiri dari 50-an bomber, 24 Hawker Hunter, 24 Gloster Javelin,
30 F-86 Sabre, serta 6 skadron pesawat angkut dan 12 helikopter. Belum
dihitung skadron rudal Blood Hound serta 2 skadron pesawat stand by di
Australia. Pertahanan Malaysia makin sempurna dengan dukungan pasukan
darat dan laut (27 batalion, 16 batalion artileri, belasan kapal, serta
pasukan Gurkha).
Sekali lagi, gelar pasukan segitu besar
harus diakhiri di meja perundingan, seperti halnya Trikora. Meletusnya
pemberontakan G 30S/PKI, telah menyita perhatian publik serta militer
yang memaksa para elit negara harus segera menghentikan konfrontasi.
Pasukan segera ditarik. Sebuah C-130 Hercules AURI diterbangkan Mayor
Djalaluddin Tantu yang sekiranya menerjunkan 1 kompi PGT di Malaka,
hilang pada tanggal 1 September 1964.
Penerjunan di Dili – Menurut beberapa pengamat militer Indonesia,
operasi penerjunan di kota Dili, 7 Desember 1974, merupakan operasi
lintas udara (Linud) terbesar yang pernah dilaksanakan TNI. Satu
batalion pasukan tempur terdiri dari Grup-1 Kopassandha dan Brigade
18/Linud Kostrad yang sebagian besar dari Batalion-502/Raiders Jawa
Timur, diterjunkan di pagi buta dari sembilan pesawat angkut berat C-130
Hercules Skadron Udara 32 TNI AU.
Perebutan Dili diputuskan
Menhankam/Pangab Jenderal TNI M Panggabean, 4 Desember di Kupang.
Sebelum perebutan Dili, Fretilin sudah terlibat baku tembak dengan
pasukan TNI dalam perebutan Benteng Batugade (17 Oktober). Garis
besarnya, operasi ini dilakukan dalam tiga sortie. Sortie pertama dari
Lanud Iswahyudi Madiun, dengan droping zone (DZ) Dili. Diterjunkan
Grup-1 Kopassandha dan Yon Linud 501. Sortie berikutnya diberangkatkan
dari Penfui Kupang dengan DZ Komoro. Ikut dalam sortie ini Yon 502 dan
Baret Merah yang menurunkan Denpur-1, disebut Nanggala-5. Sortie
terakhir, direncanakan juga dari Kupang.
Kalau selama Trikora, airborne operation
bisa sukses karena didukung pesawat tempur. Nah, di Dili, ini
masalahnya. Bantuan tembakan udara tidak bisa diharapkan dari P-51
karena digrounded. Sementara T-33-Bird dan F-86 belum dipersenjatai.
Dari tujuh bomber B-26, hanya dua yang serviceable. Pilotnya juga
sebanyak pesawatnya. Ujung-ujungnya, dua C-47 disulap menjadi AC-47
gunship dilengkapi tiga senapan mesin kaliber 7,62 mm di sisi,
mendampingi B-26.
Begitulah. Tepat pukul 05.45, peterjun
pertama melompat keluar dari ramp door pesawat. Beberapa prajurit
langsung gugur, karena ketika masih melayang di udara disambut timah
panas Fretilin dari bawah. Termasuk pesawat. Empat C-130 terkena
dihantam senapan mesin ringan dari bawah. Bahkan load master T-1312,
Pelda Wardjijo, gugur karena peluru menembus badan pesawat.
Pasukan yang diterjunkan dengan cepat
menguasai Dili. Pukul 07.45, kembali sortie kedua diterjunkan di Komoro.
Petang itu juga, pemerintah segera mengumumkan bahwa Dili telah
dibebaskan.
Bagi Kopasgat TNI AU, operasi ini
penting. Gelar Kopasgat terjadi dua hari kemudian, 9 Desember, ketika
delapan C-130 kembali menerjunkan Kostrad, Kopassus, dan 156 Kopasgat
pukul 07.25. B-26 melindungi penerbangan kali ini. Tugas Kopasgat adalah
membebaskan lapangan terbang Baucau, atau lebih populer dengan Vila
Salazar Baucau dalam bahasa Portugis.
Detasemen Kopasgat dipimpin Kapten (Psk)
Afendi. Operasi ini sekaligus membuktikan kemampuan Kopasgat
melaksanakan Operasi Pembentukan dan Pengoperasian Pangkalan Udara Depan
(OP3UD). Hanya bertahan 23 tahun, propinsi termuda ini lepas dari RI
setelah jajak pendapat, 30 Agustus 1999. Sebuah perjuangan yang dramatis
sekaligus menyisakan sejuta pertanyaan. (Sumber): http://kolektorsejarah.wordpress.com/2009/07/16/perang-perang-di-indonesia/
0 Response to "Perang-perang di Indonesia"
Posting Komentar